Keamanan Komputer - Social Engineering
Tak perduli ada berapa banyak
patch yang tersedia untuk
sebuah sistem, atau
firewall terbaru yang dirilis di pasar,
tetap saja hal sederhana bisa menjadi jalur yang mengancam keamanan
sistem komputer dan informasi di dalamnya. Coba disimak cerita berikut,
yang benar-benar terjadi beberapa tahun lalu:
Sekelompok orang memasuki kantor sebuah
perusahaan pengiriman yang cukup besar, dan keluar dengan informasi
untuk mengakses SELURUH jaringan komputer perusahaan tersebut. Bagaimana
hal itu bisa terjadi? Dengan mengumpulkan informasi sedikit demi
sedikit, dari beberapa pegawai yang ditemui di perusahaan tersebut.
Sebelum mendatangi kantor tersebut,
mereka mempelajari perusahaan itu, dan itu mereka lakukan dalam rentang
waktu dua hari saja. Salah satu persiapan mereka adalah menghubungi
departemen HRD. Dan hasilnya, mereka memiliki beberapa nama orang
penting di perusahaan tersebut. Nama-nama yang bisa mereka pergunakan
ketika berpapasan dengan pegawai yang bekerja di kantor tersebut,
nama-nama penting yang jika di dengar oleh penjaga pintu depan akan
membukakan pintu buat mereka, meski mereka tidak memiliki kartu pass.
Di lantai ketiga, mereka mengatakan kalau kartu pass-nya
tertinggal, lalu seorang pegawai yang baik hati membukakan pintu ke
ruangan yang terbatas untuk orang-orang dengan akses keamanan tertentu
saja yang boleh masuki.
Mereka tahu bahwa CFO perusahaan tersebut
sedang tidak di tempat, jadi mereka dengan gampang memasuki kantor CFO
perusahaan tersebut dan mengakses komputernya yang tidak diproteksi password.
Dan mereka pun mendapatkan data seluruh data finansial perusahaan
tersebut. Kemudian mereka berhasil mengumpulkan beberapa dokumen yang
ditemukan di tempat sampah. Ya, mereka bahkan meminta seorang janitor
(cleaning service, begitu) untuk membawakan tempat-tempat
sampah yang ada di beberapa ruangan. Lalu mereka membawa pulang semua
data dan dokumen itu.
Dari “markas” mereka, salah seorang sudah
belajar meniru suara CFO (yang sedang keluar kota tadi), lalu menelpon system
admin perusahaan tersebut, dengan suara yang terkesan terburu-buru
dia meminta password untuk remote access dengan alasan lupa
dan bahwa catatannya tertinggal di rumah. Setelah titik ini, yang mereka
lakukan tinggal menggunakan teknik hacking yang “biasa saja” untuk
mendapatkan akses tingkat super user ke dalam sistem komputer.
Jika diperhatikan, teknis
hacking tidak digunakan sampai
bagian akhir cerita di atas. Bagian-bagian sebelumnya memaparkan betapa
sifat alami manusia yang bisa ditebak, dimanfaatkan demi tujuan
tertentu. Dan sifat yang paling rentan adalah gampang percaya.
Tak perduli ada berapa banyak
patch yang tersedia untuk
sebuah sistem, atau
firewall terbaru yang dirilis di pasar,
tetap saja hal sederhana bisa menjadi jalur yang mengancam keamanan
sistem komputer dan informasi di dalamnya. Coba disimak cerita berikut,
yang benar-benar terjadi beberapa tahun lalu:
Sekelompok orang memasuki kantor sebuah
perusahaan pengiriman yang cukup besar, dan keluar dengan informasi
untuk mengakses SELURUH jaringan komputer perusahaan tersebut. Bagaimana
hal itu bisa terjadi? Dengan mengumpulkan informasi sedikit demi
sedikit, dari beberapa pegawai yang ditemui di perusahaan tersebut.
Sebelum mendatangi kantor tersebut,
mereka mempelajari perusahaan itu, dan itu mereka lakukan dalam rentang
waktu dua hari saja. Salah satu persiapan mereka adalah menghubungi
departemen HRD. Dan hasilnya, mereka memiliki beberapa nama orang
penting di perusahaan tersebut. Nama-nama yang bisa mereka pergunakan
ketika berpapasan dengan pegawai yang bekerja di kantor tersebut,
nama-nama penting yang jika di dengar oleh penjaga pintu depan akan
membukakan pintu buat mereka, meski mereka tidak memiliki kartu pass.
Di lantai ketiga, mereka mengatakan kalau kartu pass-nya
tertinggal, lalu seorang pegawai yang baik hati membukakan pintu ke
ruangan yang terbatas untuk orang-orang dengan akses keamanan tertentu
saja yang boleh masuki.
Mereka tahu bahwa CFO perusahaan tersebut
sedang tidak di tempat, jadi mereka dengan gampang memasuki kantor CFO
perusahaan tersebut dan mengakses komputernya yang tidak diproteksi password.
Dan mereka pun mendapatkan data seluruh data finansial perusahaan
tersebut. Kemudian mereka berhasil mengumpulkan beberapa dokumen yang
ditemukan di tempat sampah. Ya, mereka bahkan meminta seorang janitor
(cleaning service, begitu) untuk membawakan tempat-tempat
sampah yang ada di beberapa ruangan. Lalu mereka membawa pulang semua
data dan dokumen itu.
Dari “markas” mereka, salah seorang sudah
belajar meniru suara CFO (yang sedang keluar kota tadi), lalu menelpon system
admin perusahaan tersebut, dengan suara yang terkesan terburu-buru
dia meminta password untuk remote access dengan alasan lupa
dan bahwa catatannya tertinggal di rumah. Setelah titik ini, yang mereka
lakukan tinggal menggunakan teknik hacking yang “biasa saja” untuk
mendapatkan akses tingkat super user ke dalam sistem komputer.
Jika diperhatikan, teknis
hacking tidak digunakan sampai
bagian akhir cerita di atas. Bagian-bagian sebelumnya memaparkan betapa
sifat alami manusia yang bisa ditebak, dimanfaatkan demi tujuan
tertentu. Dan sifat yang paling rentan adalah gampang percaya.
Kevin David Mitnick aka The Condor, ialah hacker pertama yang terkenal dengan aksinya yang satu ini. bahkan dia pernah menjadi top ten most wanted oleh CIA, FBI, dan agensi yang lainnya. Mitnick dibesarkan di Los Angeles dan bersekolah di Sekolah Tinggi
Monroe. Ia mendaftar di Pierce College dan USC(University of Southern
California). Ia bekerja sebagai resepsionis pada Stephen S. Wise Temple
untuk sementara waktu. Setelah pengejarannya dipublikasi, FBI
menangkap Kevin Mitnick pada bulan Januari 1995 di apartemennya di kota
Raleigh, North Carolina atas tuduhan penyerangan terhadap pemerintahan.
sumber :
http://ngemeng.com/artikel/social-engineering/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kevin_Mitnick